Minggu, 11 Januari 2015

KOMPETENSI MEMBACA

KOMPETENSI MEMBACA
Membaca dengan baik dan menyenangkan mampu menciptakan reading interest dan reading society bagi siswa. Dengan demikian, membaca bukan lagi sebagai aktivitas yang membosankan melainkan sebagai suatu kebiasaan yang melekat pada diri pribadi. Ketertarikan membaca inilah yang belum masuk pada mayoritas siswa. Padahal, pembelajaran bahasa, baik bahasa Indonesia, Inggris, Jawa maupun bahasa asing lainnya termuat kompetensi membaca. Kompas memberitakan bahwa terkait budaya baca, masyarakat Indonesia menempati posisi terendah dari 52 negara di kawasan Asia Timur berdasarkan data yang dilansir Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) atau Organisasi Pengembangan Kerjasama Ekonomi.
            Saat ini, penanaman cinta membaca di kelas rendah masih minim. Membaca seolah-olah sebagai aktivitas tuntutan dan sekadar kewajiban yang harus dilakukan siswa dihadapan gurunya. Di luar kelas, siswa tidak akan tertarik untuk melakukan aktivitas itu lagi. Kekurangtertarikan untuk membaca ini kemungkinan besar akan dibawa hingga dewasa. Menurut Jacob Oetama, rendahnya budaya baca ini menyebabkan Human Index Indonesia berada pada peringkat 107 dari 177 negara (Kompas, 20 September 2008).
            Jika kita perhatikan, negara-negara maju adalah negara yang penduduknya memiliki intensitas membaca tinggi. Berlawanan dengan itu, negara berkembang yang sulit mengejar ketertinggalan adalah negara yang masyarakatnya memiliki intensitas membaca yang rendah. Hal ini berkaitan dengan ilmu yang diperoleh dari membaca kemudian diaplikasikan dalam kehidupan. Data Badan Pusat Statistik tentang budaya baca masyarakat Indonesia tahun 2003, 2006, dan 2009 menunjukkan bahwa prosentase penduduk berumur lebih dari 10 tahun 84-90 % menghabiskan waktu untuk menonton televisi, 50-23 % mendengarkan radio, dan 23-18% membaca majalah/koran (Kompas, 28 April 2012).
            Mengingat begitu pentingnya kebiasaan membaca, maka penanaman kebiasaan membaca pada jenjang Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas menjadi hal penting yang harus diperhatikan praktisi pendidikan. Kompetensi membaca selayaknya dikemas dalam suatu kegiatan fun sehingga menjadi pengalaman yang benar-benar  melekat pada pribadi anak sepanjang hayat.
            Ada beberapa penyebab kekurangberhasilan pembelajaran membaca di Sekolah Dasar. Salah satunya ialah metode pembelajaran yang monoton. Kebiasaan pembelajaran membaca yang dilakukan yaitu:  (1) salah satu siswa membaca cerita kemudian siswa lain mendengarkan; (2) siswa membaca cerita secara estafet, dibagi tiap siswa satu atau dua paragraf (3) siswa membaca dalam hati (individu); dan (4) guru yang membaca cerita, sedangkan siswa mendengarkan. Cara keempat ini mendominasi dalam pembelajaran membaca di kelas.
            Dominasi keaktifan kelas seharusnya dipegang oleh siswa, bukan guru. Wamendiknas mengungkapkan bahwa siswa yang tidak diberikan kesempatan untuk mengekspresikan pendapat yang berbeda akan mematikan kreativitas siswa (Fasli Jalal, Kompas, 4 Desember 2011). Jika pembelajaran berorientasi pada siswa, maka hasil belajar berupa pengalaman akan diperoleh dan melekat pada diri siswa. Guna meningkatkan kualitas kompetensi membaca dalam pembelajaran bahasa Indonesia, maka diperlukan pembenahan dari sistem dan metode pengajaran tersebut.
            Tercapainya pemahaman cerita sehingga melekat dalam diri siswa diperoleh melalui beberapa prinsip belajar. Prinsip tersebut adalah kebebasan respon dari siswa, kesempatan mengkristalkan rasa pribadi terhadap cerita, dan peran guru sebagai pendorong saat siswa bereksplorasi (Rosenblatt 1938 cit. Gani 1988).  Membaca nyaring (read aloud) yang dilakukan bersama-sama dipercaya mampu memperbaiki proses dan hasil kompetensi membaca cerita siswa. Penelitian Dhaif (1990) membuktikan bahwa read aloud memberikan kontribusi yang positif bagi siswa dalam memahami bacaan. Pembelajaran dengan SBR menyenangkan sehingga motivasi belajar pun meningkat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar