BAB
V
PERSEPSI
TERHADAP UJARAN
A. Standar
Kompetensi
Dalam
bab ini mahasiswa dituntuk untuk:
1.
Memahami
mekanisme Ujaran
2.
Memahami
persepsi Ujaran
3.
Memahami
Tahapan Persepsi Ujaran
4.
Memaham
Fonotaktik
5.
MemahamTilas Neurofisiologis
B. Mekanisme Ujaran.
Sumber dari bunyi adalah paru-paru. Paru-paru kita berkembang dan berkempis
untuk menyedotkan dan mengeluarkan udara.
Melalui saluran ditenggorokan, udara ini keluar melalui mulut atau
hidung.Dalam perjalanan melewati mulut dan hidung ini ada kalanya udara itu
dibendung oleh salah satu bagian dari mulut kita sebelum kemudian dilepaskan. Hasil bendungan udara inilah yang menghasilkan bunyi
(Dardjowidjojo, 2010: 32).
Menurut Dardjowidjojo
(2010: 32) udara yang dihembuskan oleh paru-paru kita akan keluar melewati
suatu daerah yang dinamakan daerah glotal.
Udara ini kemudian lewat lorong yang dinamakan faring (pharynx). Setelah dari faring
ada dua jalan yaitu melalui hidung dan kedua melalui rongga mulut. Semua bunyi
yang dihasilkan dari proses tersebut di atas disebut bunyi nasal. Sedangan bunyi yang dihasilkan dari proses mulut atas yang
tidak bergerak dengan mulut bawah yag bergerak disebut bunyi oral.
Menurut Dardjowidjojo (2010: 33) bagian mulut yang dapat menghasilkan
bunyi seperti di bawah ini:
6. Bibir.
Bibir atas dan
bibir bawah.kedua bibir ini dapat dirapatkan untuk membentuk bunyi yang
dinamakan bilabial yang artinya dua
bibir bertemu.
Contoh: bunyi (p), (b), dan (m).
7. Gigi.
Untuk ujaran hanya gigi atas lah yang
mempunyai peran.Gigi ini dapat berlekatan dengan bibir bawah untuk membentuk
bunyi yang dinamakan dengan labiodental. Contoh untuk bunyi seperti ini adalah bunyi (f) dan
(v).
Gigi juga dapat berlekatan dengan ujung lidah untuk membentuk bunyi dental. Contoh bunyi seperti ini adalah bunyi (t) dan (d) dalam Bahasa Indonesia.
8. Alveolar.
Menurut
KBBI alveolar adalah rongga dalam
rahang tempat akar gigi tertanam,daerah ini berada persis dibelakang pangkal
gigi atas. Pada alveolar dapat
ditempelkan ujung lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan bunyi alveolar (Dardjowidjojo, 2010: 33)
Contoh bunyi alveolar (t) dan (d) dalam bahasa ingris.
9. Palatal keras (hard palatal)
Daerah ini ada di rongga atas mulut,
persis dibelakang daerah alveolar. Pada
daerah ini dapat ditempelkan bagian depan lidah untuk membentuk bunyi yang
dinamakan alveopalatal.
Contoh bunyi alveopalatal seperti bunyi: (c) dan (j)
10. Palatal lunak (soft palate)
Bunyi yang
dihasilkan dengan menempatkan bagian depan lidah didekat atau pada
langit-langit,daerah ini dinamakan dengan velum, ada dibagian belakang rongga
mulut atas. Pada palatal lunak dapat dilekatkan bagian belakang lidah untuk
membentuk bunyi yang dinamakan velar (Dardjowidjojo,
2010: 33)
Contoh bunyi velar seperti bunyi: (k) dan (g)
11. Uvula.
Pada ujung rahang atas terdapat tulang lunak yang dinamakan uvula. Uvula dapat digerakkan untuk menutup saluran ke hidung atau
membukanya. Bila uvula tidak
berlekatan dengan bagian atas laring maka bunyi udara keluar melalui hidung. Bunyi
ini lah yang dinamakan dengan bunyi nasal. Jika uvula berlekatan dengan dinding laring maka udara disalurkan
melalui mulut dan menghasilakan bunyi yang dinamakan dengan oral
(Dardjowidjojo, 2010: 33)
2. Lidah.
Menurut Dardjowidjojo (2010: 34) pada
rahang bawah, disamping bibir dan gigi, terdapat pula lidah. Lidah adalah
bagian mulut yang fleksibel ia dapat digerakkan dengan lentur.
Lidah itu terdiri dari:
a. Ujung lidah,
yaitu bagian yang paling depan dari lidah.
b. Mata lidah,
yaitu berada persis dibelakang ujung lidah.
c. Depan lidah,
yaitu bagian yang sedikit agak ketengah ttap masih tetap di depan.
d. Belakang
ladah, yaitu bagian yang ada dibagian belakang dari lidah.
8. Pita suara (vocal cords)
Pita suara adalah sepasang selaput yang berada di jakun (larynx). Selaput ini dapat dirapatkan, dapat direnggangkan, dan dapat dibuka lebar. Perbedaan
antara satu konsonan dengan lainnya sangat ditentukan adanya selaput ini.
1.
Faring (pharynx)
Adalah saluran udara menuju ke
rongga mulut atau rongga hidung.
2. Rongga hidung.
Adalah rongga untuk bunyi-bunyi
nasal, seperti /m/ dan /n/.
3. Rongga mulut.
Adalah untuk
bunyi-bunyi oral, seperti /p/, /b/, /a/, dan /i/
C.
Persepsi Ujaran
Ujaran
adalah suara murni (tuturan), langsung, dari sosok yang berbicara.Jadi ujaran
itu adalah sesuatu baik berupa kata,kalimat,gagasan, yang keluar dari mulut
manusia yang mempunyai arti. Dengan adanya ujaran ini maka akan muncullah makna
sintaksis, semantik,dan pragmatik ( http://afrizaldaonk.blogspot.com/2011/01/persepsi-ujaran.html)
Persepsi
adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan
sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. (http://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi).
Persepsi ujaran adalah peristiwa
ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang dapat berupa bunyi lepas, kata, atau
kalimat (Su’udi, 2011:19). Kalau orang
tidak dapat mendengar bunyi dengan jelas, tentu saja orang tidak menangkap
maknanya, lebih-lebih kalu bunyi itu berupa kalimat dan orang itu belum
menguasai bahasa yang digunakan dalam kalimat tersebut. Ketidakmampuan
menangkap bunyi yang didengar bisa disebabkan oleh berbagai sebab, yaitu yang
disebabkan oleh ketidaksempurnaan organ dengar dan kedua yang berasal dari
materi yang didengar. Ketidaksempurnaan persepsi bunyi antara lain disebabkan
oleh kecepatan bunyi yang didengar, khususnya kalau berupa kalimat.
Menurut
Dardjowidjojo (2011:49) persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah
dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal
yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata
yang lain.
Perhatikan
tiga ujaran berikut ini:
a.
Bukan angka Meskipun
ketiga ujaran ini berbeda maknanya satu
b.
Buka nangka dengan yang lain, dalam pengucapannya ketiga bentuk
c.
Bukan nangka ujaran ini bisa sama [bukanaNka]
D. Tahapan Persepsi Ujaran
Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh
manusia karena ujaran merupakan Suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada
batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain.Seperti: Bukan
nangka, Buka nangka, Bukan angka.Meskipun ketiga ujara ini berbeda maknanya
satu dari yang lain, dalam pengucapannya ketiga bentuk ujaran ini bisa sama
(bukananka).
Namun demikian manusia tetap saja
dapat mempersepsikan bunyi-bunyi bahasanya dengan baik.Tentu saja persepsi
seperti ini dilakukan melalui tahap-tahap tertentu. Pada dasarnya ada tiga
tahap dalam memprosesan persepsi bunyi (Clark:1977):
Menurut Clark & Clark
dalam Dardjowidjojo (2011:49-52) pada dasarnya ada tiga tahap dalam pemrosesan
persepsi bunyi, yaitu :
1)
Tahap auditori: Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi
sepotong. Ujaran ini kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya.
Konsep-konsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur distingtif, dan
VOT sangat bermanfaat di sini karena ihwal seperti inilah yang memisahkan satu
bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu kita simpan dalam
memori auditori kita.
2)
Tahap fonetik : Bunyi-bunyi itu kemudian kita identifikasi. Dalam proses
mental kita,kita lihat, misalnya apakah bunyi tersebut [+konsonantal], [+vois],
[+nasal], dst. Begitu pula lingkungan bunyi itu : apakah bunyi tadi diikuti
oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau oleh vokal, vokal macam apa – vokal depan,
vokal belakang, vokal tinggi, vokal rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan
nangka , maka mental kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan
menentukan bunyi apa yang kita dengar itu dengan memperhatikan hal-hal seperti
titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur distingtifnya. Kemudian VOTnya
juga diperhatikan karena VOT inilah yang akan menetukan kapan getaran pada pita
suara itu terjadi. Segmen-segmen bunyi ini kemudian kita simpan di memori
fonetik. Perbedaan antara memori auditori dengan memori fonetik adalah bahwa
pada memori auditori semua variasi alofonik yang ada pada bunyi itu kita simpan
sedangkan pada memori fonetik hanya fitur-fitur yang sifatnya fonemik saja.
Misalnya, bila kita mendengar bunyi [b] dari kata buntu maka yang
kita simpan pada memori auditori bukan fonem /b/ dan bukan hanya titik
artikulasi, cara artikulasi, dan fitur-fitur distingtifnya saja tetapi juga
pengaruh bunyi /u/ yang mengikutinya. Dengan demikian maka [b] ini ssedikit
banyak diikuti oleh bundaran bibir (lip – rounding) . Pada memori
fonetik, hal-hal seperti ini sudah tidak diperlukan lagi karena begitu kita
tangkap bunyi itu sebagai bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak signifikan lagi.
Artinya, apakah /b/ itu diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap saja
bunyi itu adalah bunyi /b/. Analisis mental yang lain adalah untuk melihat
bagaimana bunyi-bunyi itu diurutkan karena urutan bunyi inilah yang nantinya
menentukan kata itu kata apa. Bunyi /a/, /k/, dan /n/ bisa membentuk kata yang
berbeda bila urutannya berbeda. Bila /k/ didengar terlebih dahulu, kemudian /a/
dan /n/ maka akan terdengarlah bunyi /kan/; bila /n/ yang lebih dahulu, maka
terdengarlah bunyi /nak/.
3)
Tahap fonologis : Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan fonologis
pada deretan bunyi yang kita dengar untuk menetukan apakah bunyi-bunyi
tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada bahasa kita. Untuk bahasa
Inggris, bunyi /h/ tidak mungkin memulai suatu suku kata. Karena itu,
penutur Inggris pasti tidak akan menggabungkannya dengan vokal. Seandainya ada
urutan bunyi ini dengan bunyi yang berikutnya, dia pasti akan menempatkan bunyi
ini dengan bunyi di mukanya, bukan di belakangnya. Dengan demikian deretan
bunyi /b/, /Ə/, /h/, /i/, dan /s/ pasti akan dipersepsi sebagai beng dan
is , tidak mungkin be dan ngis.Orang Indonesia yang
mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan mempersepsikannya
sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita memungkinkan urutan seperti
ini seperti pada kata mbak dan mbok meskipun kedua-duanya
pinjaman dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penutur Inggris pasti akan memisahkan
kedua bunyi ini ke dalam dua suku yang berbeda.Kombinasi bunyi yang tidak
dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan ditolak.
Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/ tidak mungkin memulai suatu suku sehingga kalau
terdapat deretan bunyi /anaktuhgal/ tidak mungkin akan dipersepsi sebagai /ana/
dan /ktuhgal/ secara mental dengan melalui proses yang sama. Kemudian bunyi
/k/, dst. Sehingga akhirnya semua bunyi dalam ujaran itu teranalisis. Yang akan
membedakan antara bukan nangka, bukan angka, dan buka nangka adalah
jeda (juncture) yang terdapat antara satu kata dengan kata lainnya.
Menurut Clark & Clark
dalam Dardjowidjojo (2011:49-52) pada dasarnya ada tiga tahap dalam pemrosesan
persepsi bunyi, yaitu :
a.
Tahap
auditori: Pada tahap ini manusia
menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini kemudian ditanggapi dari
segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi,
fitur distingtif, dan VOT sangat bermanfaat di sini karena ihwal seperti inilah
yang memisahkan satu bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu
kita simpan dalam memori auditori kita.
b.
Tahap
fonetik : Bunyi-bunyi itu kemudian kita
identifikasi. Dalam proses mental kita,kita lihat, misalnya apakah bunyi
tersebut [+konsonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pula lingkungan bunyi
itu : apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau oleh
vokal, vokal macam apa – vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi, vokal
rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan nangka , maka mental
kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita
dengar itu dengan memperhatikan hal-hal seperti titik artikulasi, cara
artikulasi, dan fitur distingtifnya. Kemudian VOTnya juga diperhatikan karena
VOT inilah yang akan menetukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi.
Segmen-segmen bunyi ini kemudian kita simpan di memori fonetik. Perbedaan
antara memori auditori dengan memori fonetik adalah bahwa pada memori auditori
semua variasi alofonik yang ada pada bunyi itu kita simpan sedangkan pada
memori fonetik hanya fitur-fitur yang sifatnya fonemik saja. Misalnya, bila
kita mendengar bunyi [b] dari kata buntu maka yang kita simpan
pada memori auditori bukan fonem /b/ dan bukan hanya titik artikulasi, cara
artikulasi, dan fitur-fitur distingtifnya saja tetapi juga pengaruh bunyi /u/
yang mengikutinya. Dengan demikian maka [b] ini ssedikit banyak diikuti oleh
bundaran bibir (lip – rounding) . Pada memori fonetik, hal-hal seperti
ini sudah tidak diperlukan lagi karena begitu kita tangkap bunyi itu sebagai
bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak signifikan lagi. Artinya, apakah /b/ itu
diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap saja bunyi itu adalah bunyi /b/.
Analisis mental yang lain adalah untuk melihat bagaimana bunyi-bunyi itu
diurutkan karena urutan bunyi inilah yang nantinya menentukan kata itu kata
apa. Bunyi /a/, /k/, dan /n/ bisa membentuk kata yang berbeda bila urutannya
berbeda. Bila /k/ didengar terlebih dahulu, kemudian /a/ dan /n/ maka akan
terdengarlah bunyi /kan/; bila /n/ yang lebih dahulu, maka terdengarlah bunyi
/nak/.
c.
Tahap
fonologis : Pada tahap ini mental kita
menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang kita dengar untuk menetukan
apakah bunyi-bunyi tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada
bahasa kita. Untuk bahasa Inggris, bunyi /h/ tidak mungkin memulai suatu
suku kata. Karena itu, penutur Inggris pasti tidak akan menggabungkannya dengan
vokal. Seandainya ada urutan bunyi ini dengan bunyi yang berikutnya, dia pasti
akan menempatkan bunyi ini dengan bunyi di mukanya, bukan di belakangnya.
Dengan demikian deretan bunyi /b/, /Ə/, /h/, /i/, dan /s/ pasti akan dipersepsi
sebagai beng dan is , tidak mungkin be dan ngis.Orang
Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan
mempersepsikannya sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita
memungkinkan urutan seperti ini seperti pada kata mbak dan mbok meskipun
kedua-duanya pinjaman dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penutur Inggris pasti akan
memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku yang berbeda.Kombinasi bunyi yang
tidak dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan
ditolak. Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/ tidak mungkin memulai suatu suku
sehingga kalau terdapat deretan bunyi /anaktuhgal/ tidak mungkin akan
dipersepsi sebagai /ana/ dan /ktuhgal/ secara mental dengan melalui proses yang
sama. Kemudian bunyi /k/, dst. Sehingga akhirnya semua bunyi dalam ujaran itu
teranalisis. Yang akan membedakan antara bukan nangka, bukan angka, dan
buka nangka adalah jeda (juncture) yang terdapat antara satu kata
dengan kata lainnya.
E. FONOTAKTIK
Kridalaksana
(1993:46) memberikan pengertian
mengenai fonotaktik yaitu, urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa,
deskipsi tentang urutan tersebut.
Menurut
Dardjowidjojo (2008:41) Tiap bahasa memiliki sistem sendiri-sendiri untuk
menggabungkan fonem agar menjadi suku dan kemudian kata. Dengan demikian tidak
mustahil adanya dua bahasa yang memiliki beberapa fonem yang sama tetapi
fonotaktiknya berbeda. Bahasa Inggris dan bahasa Indonesia,misalnya memiliki
fonem /p/, /s/, /k/, /r/, dan /l/. Akan tetapi, fonotaktik bahasa Inggris
memungkinkan penggabungan /s-p-r/ dan /s-p-l/ pada awal suku seperti terlihat
pada kata sprite /sprait/ dan split /split/.
Menurut
Su’udi (2011:24-26) Fonotaktik merupakan pengaturan urutan fonem. Fonotaktik tiap bahasa berbeda. Orang
Indonesia tidak dapat atau sukar sekali mengucapkan kata ‘kompleks’,
‘konstruksi’, sprite’, ‘film’, excuser’, ‘grande’ karena dia tidak dapat
mempersepsinya dengan tepat. Untuk mengucapkan secara tepat dibutuhkan latihan yang memadai dalam dua tahap.
Mula-mula latihan organ pendengaran agar organ tersebut terbiasa mendengar
fonotaktik asing, seperti /ks/, /ns/, /sp/, /lm/, atau /ãd/. Kemudian tahap
kedua, latihan organ tersebut luwes dalam mengartikulasikan bunyi denagn
fonotaktik bahasa asing.
Apabila
diperhatikan dan kita kaitkan fonotaktik dengan fonetik, akan tampak bahwa
umumnya konsonan yang dapat mendahului konsonan lain, tentu berupa konsonan
yang dapat mendahului konsonan lain. Titik artikulasi /p/ (bilabial)
memungkinkan berpindah ke titik artikulasi /r/ (dental) tanpa harus terkilir
atau tergigit lidahnya atau tersengal nafasnya. Lain halnya dengan titik
astikulasi /l/ dengan /s/, perpindahan titik relatif jauh dan berbeda.
Pengetahuan
tentang fonotaktik yang berbeda dari satu bahasa ke bahasa lain menyadarkan
para pengajar bahasa perlunya perhatian kusus dalam pembelajaran bahasa asing.
Bunyi/film/ akan menjadi /filem/ dan bunyi /rileks/ menjadi /rilek/.
F. TILAS NEUROFISIOLOGIS
Tilas
neurofisiologis (neurophysiological)
adalah jejak/ tilas di otak yang menunjukkan bahwa dia pernah mendengar bunyi
tertentu (Su’udi,
2011:200). Otak adalah salah satu komponen
dalam susunan saraf manusia. Komponen lainnya adalah sumsum tulang belakang
atau medulla spinalis dan saraf tepi.
Yang pertama, otak berada di dalam ruang tengkorak, medula spinalis berada di
dalam ruang tulang belakang, sedangkan saraf tepi (saraf spinal dan saraf otak)
sebagian berada di luar kedua orang tadi (Kusumoputro dalam Abdul Chaer,
2009:116).
Otak seorang bayi ketika baru
dilahirkan beratnya kira-kira hanyalah 40% dari berat otak orang dewasa,
sedangkan makhluk primata lain seperti kera dan simpangse adalah 70% dari otak
dewasanya (Menyuk dalam Abdul Chaer, 2009:116). Dalam waktu yang tidak terlalu
lama otak manusia berkembang menuju kesempurnaan. Sebaliknya makhluk primata
seperti kera yang ketika lahir telah memiliki 70% dari otaknya tentunya telah
dapat berbuat banyak sejak lahir yang hanya memerlukan tambahan sedikit saja.
Perbedaan otak manusia dan makhluk lain tidak hanya terletak pada beratnya
saja, melainkan juga pada struktur dan fungsinya. Pada otak manusia ada bagian-bagian
yang sifatnya dapat disebut manusiawi, seperti bagian-bagian yang berkenaan
dengan pendengaran, ujaran, pengontrolan alat ujaran, dan sebagainya. Pada otak
makhluk lain tidak ada bagian-bagian yang berkenaan dengan ujaran itu.
Dalam perkembangan otak manusia memiliki masa emas yang disebut Golden period yang dimulai saat
trimester kehamilan hingga si kecil berusia 2 tahun (http://www.meadjohnson.co.id/parenting-tips/perkembangan-anak/sudahkah-ibu-mengoptimalkan-perkembangan-otak-si-kecil). Masa ini
adalah masa di mana otak si kecil mengalami perkembangan yang luar biasa cepat.
Saat mencapai usia 2 tahun, berat otak si kecil telah mencapai 75% berat otak
dewasa dan pertumbuhan otaknya telah mencapai 90%. Perkembangan pesat ini
terjadi sangat singkat dan sekali seumur hidupnya, karena itu disebut golden
period.
Dalam golden period ini,
terjalin koneksi antar sel-sel saraf otak (proses sinaptogenesis). Saat
satu sel saraf otak dengan sel saraf otak lainnya berkomunikasi, terjadi proses
penangkapan pesan (neurotransmitter) dari sel saraf otak yang satu ke
sel saraf otak yang lain. Komunikasi yang efektif antar sel saraf otak adalah
saat otak dapat mengolah rangsangan yang diterima dan menyimpannya sebagai
informasi. Semakin banyak komunikasi efektif yang terjadi, semakin baik
perkembangan pembelajaran (learning) dan daya ingat (memori) si kecil.
Perkembangan atau pertumbuhan otak
manusia menurut Volpe dalam Abdul Chaer (2009:118) terdiri atas enam tahap:
a.
Pembentukan tabung neural
b.
Profilerasi selular untuk membentuk calon sel neuron
dan glia
c.
Perpindahan selular dari germinal subependemal ke
korteks,
d.
Deferensiasi selular menjadi neuron spesifik,
e.
Perkembangan akson dan dendrit yang menyebabkan
bertambahnya sinaps (perkembangan dendrit tergantung fungsi daerah tersebut).
f.
Eliminasi selektif neuron, sinaps, dan sebagainya
untuk spesifikasi.
Perkembangan tahap 1 sampai dengan 4 terjadi pada masa kandungan dan
tidak dipengaruhi oleh dunia luar. Sedangkan tahap 5 dan 6 berlangsung terus
setelah lahir dan dipengaruhi oleh dunia luar atau keadaan sekitarnya (Goodman
dalam Abdul Chaer, 2009:11). Pada tahap perkembangan ini ada dua masa yang
merupakan masa terjadinya laju perkembangan pesat dalam otak yaitu antara bulan
kedua dan bulan ke empat masa kandungan (terjadi pembelahan sel). Antara bulan
kelima kandungan sampai 18 bulan sesudah lahir terjadi pertambahan oligendendroglia. Oleh karena itu, dua
tahun pertama kehidupan disebut juga sebagai masa kritis perkembangan karena
stimulasi dan intervensi pada masa ini memberikan perkembangan paling maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar