Selasa, 14 Oktober 2014

PSIKOLINGUISTIK 7

BAB V
PERSEPSI TERHADAP UJARAN

A.    Standar Kompetensi
Dalam bab ini mahasiswa dituntuk untuk:
1.      Memahami mekanisme Ujaran
2.      Memahami persepsi Ujaran
3.      Memahami Tahapan Persepsi Ujaran
4.      Memaham Fonotaktik
5.      MemahamTilas Neurofisiologis
B.     Mekanisme Ujaran.
Sumber dari bunyi adalah paru-paru. Paru-paru kita berkembang dan berkempis untuk menyedotkan dan mengeluarkan udara.
Melalui saluran ditenggorokan, udara ini keluar melalui mulut atau hidung.Dalam perjalanan melewati mulut dan hidung ini ada kalanya udara itu dibendung oleh salah satu bagian dari mulut kita sebelum kemudian dilepaskan. Hasil bendungan udara inilah yang menghasilkan bunyi (Dardjowidjojo, 2010: 32).
           Menurut Dardjowidjojo (2010: 32) udara yang dihembuskan oleh paru-paru kita akan keluar melewati suatu daerah yang dinamakan daerah glotal. Udara ini kemudian lewat lorong yang dinamakan faring (pharynx). Setelah dari faring ada dua jalan yaitu melalui hidung dan kedua melalui rongga mulut. Semua bunyi yang dihasilkan dari proses tersebut di atas disebut bunyi nasal. Sedangan bunyi yang dihasilkan dari proses mulut atas yang tidak bergerak dengan mulut bawah yag bergerak disebut bunyi oral.  Menurut Dardjowidjojo (2010: 33) bagian mulut yang dapat menghasilkan bunyi seperti di bawah ini:
6.      Bibir.
Bibir atas dan bibir bawah.kedua bibir ini dapat dirapatkan untuk membentuk bunyi yang dinamakan bilabial yang artinya dua bibir bertemu.
Contoh: bunyi (p), (b), dan (m).
7.    Gigi.
             Untuk ujaran hanya gigi atas lah yang mempunyai peran.Gigi ini dapat berlekatan dengan bibir bawah untuk membentuk bunyi yang dinamakan dengan labiodental. Contoh  untuk bunyi seperti ini adalah bunyi (f) dan (v).
            Gigi juga dapat berlekatan dengan ujung lidah untuk membentuk bunyi dental. Contoh bunyi seperti ini adalah bunyi (t) dan (d) dalam Bahasa Indonesia.
8.      Alveolar.
  Menurut KBBI alveolar adalah rongga dalam rahang tempat akar gigi tertanam,daerah ini berada persis dibelakang pangkal gigi atas. Pada alveolar dapat ditempelkan ujung lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan bunyi alveolar  (Dardjowidjojo, 2010: 33)
Contoh  bunyi alveolar (t) dan (d) dalam bahasa ingris.
9.      Palatal keras (hard palatal)
Daerah ini ada di rongga atas mulut, persis dibelakang daerah alveolar. Pada daerah ini dapat ditempelkan bagian depan lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan alveopalatal.
Contoh bunyi alveopalatal seperti bunyi: (c) dan (j)
10.  Palatal lunak (soft palate)
Bunyi yang dihasilkan dengan menempatkan bagian depan lidah didekat atau pada langit-langit,daerah ini dinamakan dengan velum, ada dibagian belakang rongga mulut atas. Pada palatal lunak dapat dilekatkan bagian belakang lidah untuk membentuk bunyi yang dinamakan velar (Dardjowidjojo, 2010: 33)
Contoh bunyi velar seperti bunyi: (k) dan (g)
11.  Uvula.
   Pada ujung rahang atas terdapat tulang lunak yang dinamakan uvula. Uvula dapat digerakkan untuk menutup saluran ke hidung atau membukanya. Bila uvula tidak berlekatan dengan bagian atas laring maka bunyi udara keluar melalui hidung. Bunyi ini lah yang dinamakan dengan bunyi nasal. Jika uvula berlekatan dengan dinding laring maka udara disalurkan melalui mulut dan menghasilakan bunyi yang dinamakan dengan oral (Dardjowidjojo, 2010: 33)
2.    Lidah.
           Menurut Dardjowidjojo (2010: 34) pada rahang bawah, disamping bibir dan gigi, terdapat pula lidah. Lidah adalah bagian mulut yang fleksibel ia dapat digerakkan dengan lentur.
          Lidah itu terdiri dari:
a. Ujung lidah, yaitu bagian yang paling depan dari lidah.
b. Mata lidah, yaitu berada persis dibelakang ujung lidah.
c. Depan lidah, yaitu bagian yang sedikit agak ketengah ttap masih tetap di depan.
d. Belakang ladah, yaitu bagian yang ada dibagian belakang dari lidah.
8. Pita suara (vocal cords)
            Pita suara adalah sepasang selaput yang berada di jakun (larynx). Selaput ini dapat dirapatkan, dapat direnggangkan, dan dapat dibuka lebar. Perbedaan antara satu konsonan dengan lainnya sangat ditentukan adanya selaput ini.
1.    Faring (pharynx)
Adalah saluran udara menuju ke rongga mulut atau rongga hidung.
2.    Rongga hidung.
Adalah rongga untuk bunyi-bunyi nasal, seperti /m/ dan /n/.
3.    Rongga mulut.
Adalah untuk bunyi-bunyi oral, seperti /p/, /b/, /a/, dan /i/

C.    Persepsi Ujaran
Ujaran adalah suara murni (tuturan), langsung, dari sosok yang berbicara.Jadi ujaran itu adalah sesuatu baik berupa kata,kalimat,gagasan, yang keluar dari mulut manusia yang mempunyai arti. Dengan adanya ujaran ini maka akan muncullah makna sintaksis, semantik,dan pragmatik ( http://afrizaldaonk.blogspot.com/2011/01/persepsi-ujaran.html)
Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. (http://id.wikipedia.org/wiki/Persepsi).
Persepsi ujaran adalah peristiwa ketika telinga menangkap sebuah bunyi yang dapat berupa bunyi lepas, kata, atau kalimat  (Su’udi, 2011:19). Kalau orang tidak dapat mendengar bunyi dengan jelas, tentu saja orang tidak menangkap maknanya, lebih-lebih kalu bunyi itu berupa kalimat dan orang itu belum menguasai bahasa yang digunakan dalam kalimat tersebut. Ketidakmampuan menangkap bunyi yang didengar bisa disebabkan oleh berbagai sebab, yaitu yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan organ dengar dan kedua yang berasal dari materi yang didengar. Ketidaksempurnaan persepsi bunyi antara lain disebabkan oleh kecepatan bunyi yang didengar, khususnya kalau berupa kalimat.
Menurut Dardjowidjojo (2011:49) persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh manusia  karena ujaran merupakan suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain.
Perhatikan tiga ujaran berikut ini:
a.         Bukan angka                 Meskipun ketiga ujaran ini berbeda maknanya satu
b.         Buka nangka               dengan yang lain, dalam pengucapannya ketiga bentuk
c.         Bukan nangka             ujaran ini bisa sama [bukanaNka]

D.    Tahapan Persepsi Ujaran
            Persepsi terhadap ujaran bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan oleh manusia karena ujaran merupakan Suatu aktivitas verbal yang meluncur tanpa ada batas waktu yang jelas antara satu kata dengan kata yang lain.Seperti: Bukan nangka, Buka nangka, Bukan angka.Meskipun ketiga ujara ini berbeda maknanya satu dari yang lain, dalam pengucapannya ketiga bentuk ujaran ini bisa sama (bukananka).
            Namun demikian manusia tetap saja dapat mempersepsikan bunyi-bunyi bahasanya dengan baik.Tentu saja persepsi seperti ini dilakukan melalui tahap-tahap tertentu. Pada dasarnya ada tiga tahap dalam memprosesan persepsi bunyi (Clark:1977):
Menurut  Clark  & Clark dalam  Dardjowidjojo (2011:49-52) pada dasarnya ada tiga tahap dalam pemrosesan persepsi bunyi, yaitu :
1)      Tahap auditori: Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur distingtif, dan VOT sangat bermanfaat di sini karena ihwal seperti inilah yang memisahkan satu bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu kita simpan dalam memori auditori kita.
2)      Tahap fonetik : Bunyi-bunyi itu kemudian kita identifikasi. Dalam proses mental kita,kita lihat, misalnya apakah bunyi tersebut [+konsonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pula lingkungan bunyi itu : apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau oleh vokal, vokal macam apa – vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi, vokal rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan nangka , maka mental kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita dengar itu dengan memperhatikan hal-hal  seperti titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur distingtifnya. Kemudian VOTnya juga diperhatikan karena VOT inilah yang akan menetukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi. Segmen-segmen bunyi ini kemudian kita simpan di memori fonetik. Perbedaan antara memori auditori dengan memori fonetik adalah bahwa pada memori auditori semua variasi alofonik yang ada pada bunyi itu kita simpan sedangkan pada memori fonetik hanya fitur-fitur yang sifatnya fonemik saja. Misalnya, bila kita mendengar bunyi [b] dari kata buntu  maka yang kita simpan pada memori auditori bukan fonem /b/ dan bukan hanya titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur-fitur distingtifnya saja tetapi juga pengaruh bunyi /u/ yang mengikutinya. Dengan demikian maka [b] ini ssedikit banyak diikuti oleh bundaran bibir (lip – rounding) . Pada memori fonetik, hal-hal seperti ini sudah tidak diperlukan lagi karena begitu kita tangkap bunyi itu sebagai bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak signifikan lagi. Artinya, apakah /b/ itu diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap saja bunyi itu adalah bunyi /b/. Analisis mental yang lain adalah untuk melihat bagaimana bunyi-bunyi itu diurutkan karena urutan bunyi inilah yang nantinya menentukan kata itu kata apa. Bunyi /a/, /k/, dan /n/ bisa membentuk kata yang berbeda bila urutannya berbeda. Bila /k/ didengar terlebih dahulu, kemudian /a/ dan /n/ maka akan terdengarlah bunyi /kan/; bila /n/ yang lebih dahulu, maka terdengarlah bunyi /nak/.
3)      Tahap fonologis : Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang kita dengar untuk menetukan apakah bunyi-bunyi  tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada bahasa kita. Untuk bahasa Inggris, bunyi  /h/ tidak mungkin memulai suatu suku kata. Karena itu, penutur Inggris pasti tidak akan menggabungkannya dengan vokal. Seandainya ada urutan bunyi ini dengan bunyi yang berikutnya, dia pasti akan menempatkan bunyi ini dengan bunyi di mukanya, bukan di belakangnya. Dengan demikian deretan bunyi /b/, /Ə/, /h/, /i/, dan /s/ pasti akan dipersepsi sebagai beng dan is , tidak mungkin be dan ngis.Orang Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan mempersepsikannya  sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita memungkinkan urutan seperti ini seperti pada kata mbak dan mbok  meskipun kedua-duanya pinjaman dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penutur Inggris pasti akan memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku yang berbeda.Kombinasi bunyi yang tidak dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan ditolak. Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/ tidak mungkin memulai suatu suku sehingga kalau terdapat deretan bunyi /anaktuhgal/ tidak mungkin akan dipersepsi sebagai /ana/ dan /ktuhgal/ secara mental dengan melalui proses yang sama. Kemudian bunyi /k/, dst. Sehingga akhirnya semua bunyi dalam ujaran itu teranalisis. Yang akan membedakan antara bukan nangka, bukan angka, dan buka nangka adalah jeda (juncture) yang terdapat antara satu kata dengan kata lainnya.
Menurut  Clark  & Clark dalam  Dardjowidjojo (2011:49-52) pada dasarnya ada tiga tahap dalam pemrosesan persepsi bunyi, yaitu :
a.       Tahap auditori: Pada tahap ini manusia menerima ujaran sepotong demi sepotong. Ujaran ini kemudian ditanggapi dari segi fitur akustiknya. Konsep-konsep seperti titik artikulasi, cara artikulasi, fitur distingtif, dan VOT sangat bermanfaat di sini karena ihwal seperti inilah yang memisahkan satu bunyi dari bunyi yang lain. Bunyi-bunyi dalam ujaran itu kita simpan dalam memori auditori kita.
b.      Tahap fonetik : Bunyi-bunyi itu kemudian kita identifikasi. Dalam proses mental kita,kita lihat, misalnya apakah bunyi tersebut [+konsonantal], [+vois], [+nasal], dst. Begitu pula lingkungan bunyi itu : apakah bunyi tadi diikuti oleh vokal atau oleh konsonan. Kalau oleh vokal, vokal macam apa – vokal depan, vokal belakang, vokal tinggi, vokal rendah, dsb. Seandainya ujaran itu adalah Bukan nangka , maka mental kita menganalisis bunyi /b/ terlebih dahulu dan menentukan bunyi apa yang kita dengar itu dengan memperhatikan hal-hal  seperti titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur distingtifnya. Kemudian VOTnya juga diperhatikan karena VOT inilah yang akan menetukan kapan getaran pada pita suara itu terjadi. Segmen-segmen bunyi ini kemudian kita simpan di memori fonetik. Perbedaan antara memori auditori dengan memori fonetik adalah bahwa pada memori auditori semua variasi alofonik yang ada pada bunyi itu kita simpan sedangkan pada memori fonetik hanya fitur-fitur yang sifatnya fonemik saja. Misalnya, bila kita mendengar bunyi [b] dari kata buntu  maka yang kita simpan pada memori auditori bukan fonem /b/ dan bukan hanya titik artikulasi, cara artikulasi, dan fitur-fitur distingtifnya saja tetapi juga pengaruh bunyi /u/ yang mengikutinya. Dengan demikian maka [b] ini ssedikit banyak diikuti oleh bundaran bibir (lip – rounding) . Pada memori fonetik, hal-hal seperti ini sudah tidak diperlukan lagi karena begitu kita tangkap bunyi itu sebagai bunyi /b/ maka detailnya sudah tidak signifikan lagi. Artinya, apakah /b/ itu diikuti oleh bundaran bibir atau tidak, tetap saja bunyi itu adalah bunyi /b/. Analisis mental yang lain adalah untuk melihat bagaimana bunyi-bunyi itu diurutkan karena urutan bunyi inilah yang nantinya menentukan kata itu kata apa. Bunyi /a/, /k/, dan /n/ bisa membentuk kata yang berbeda bila urutannya berbeda. Bila /k/ didengar terlebih dahulu, kemudian /a/ dan /n/ maka akan terdengarlah bunyi /kan/; bila /n/ yang lebih dahulu, maka terdengarlah bunyi /nak/.
c.       Tahap fonologis : Pada tahap ini mental kita menerapkan aturan fonologis pada deretan bunyi yang kita dengar untuk menetukan apakah bunyi-bunyi  tadi sudah mengikuti aturan fonotaktik yang pada bahasa kita. Untuk bahasa Inggris, bunyi  /h/ tidak mungkin memulai suatu suku kata. Karena itu, penutur Inggris pasti tidak akan menggabungkannya dengan vokal. Seandainya ada urutan bunyi ini dengan bunyi yang berikutnya, dia pasti akan menempatkan bunyi ini dengan bunyi di mukanya, bukan di belakangnya. Dengan demikian deretan bunyi /b/, /Ə/, /h/, /i/, dan /s/ pasti akan dipersepsi sebagai beng dan is , tidak mungkin be dan ngis.Orang Indonesia yang mendengar deretan bunyi /m/ dan /b/ tidak mustahil akan mempersepsikannya  sebagai /mb/ karena fonotaktik dalam bahasa kita memungkinkan urutan seperti ini seperti pada kata mbak dan mbok  meskipun kedua-duanya pinjaman dari bahasa Jawa. Sebaliknya, penutur Inggris pasti akan memisahkan kedua bunyi ini ke dalam dua suku yang berbeda.Kombinasi bunyi yang tidak dimungkinkan oleh aturan fonotaktik bahasa tersebut pastilah akan ditolak. Kombinasi /kt/, /fp/, atau /pk/ tidak mungkin memulai suatu suku sehingga kalau terdapat deretan bunyi /anaktuhgal/ tidak mungkin akan dipersepsi sebagai /ana/ dan /ktuhgal/ secara mental dengan melalui proses yang sama. Kemudian bunyi /k/, dst. Sehingga akhirnya semua bunyi dalam ujaran itu teranalisis. Yang akan membedakan antara bukan nangka, bukan angka, dan buka nangka adalah jeda (juncture) yang terdapat antara satu kata dengan kata lainnya.

E.     FONOTAKTIK
Kridalaksana (1993:46) memberikan pengertian mengenai fonotaktik yaitu, urutan fonem yang dimungkinkan dalam suatu bahasa, deskipsi tentang urutan tersebut.
Menurut Dardjowidjojo (2008:41) Tiap bahasa memiliki sistem sendiri-sendiri untuk menggabungkan fonem agar menjadi suku dan kemudian kata. Dengan demikian tidak mustahil adanya dua bahasa yang memiliki beberapa fonem yang sama tetapi fonotaktiknya berbeda. Bahasa Inggris dan bahasa Indonesia,misalnya memiliki fonem /p/, /s/, /k/, /r/, dan /l/. Akan tetapi, fonotaktik bahasa Inggris memungkinkan penggabungan /s-p-r/ dan /s-p-l/ pada awal suku seperti terlihat pada kata sprite /sprait/ dan split /split/.
Menurut Su’udi (2011:24-26) Fonotaktik merupakan pengaturan urutan fonem.  Fonotaktik tiap bahasa berbeda. Orang Indonesia tidak dapat atau sukar sekali mengucapkan kata ‘kompleks’, ‘konstruksi’, sprite’, ‘film’, excuser’, ‘grande’ karena dia tidak dapat mempersepsinya dengan tepat. Untuk mengucapkan secara tepat dibutuhkan  latihan yang memadai dalam dua tahap. Mula-mula latihan organ pendengaran agar organ tersebut terbiasa mendengar fonotaktik asing, seperti /ks/, /ns/, /sp/, /lm/, atau /ãd/. Kemudian tahap kedua, latihan organ tersebut luwes dalam mengartikulasikan bunyi denagn fonotaktik bahasa asing.
Apabila diperhatikan dan kita kaitkan fonotaktik dengan fonetik, akan tampak bahwa umumnya konsonan yang dapat mendahului konsonan lain, tentu berupa konsonan yang dapat mendahului konsonan lain. Titik artikulasi /p/ (bilabial) memungkinkan berpindah ke titik artikulasi /r/ (dental) tanpa harus terkilir atau tergigit lidahnya atau tersengal nafasnya. Lain halnya dengan titik astikulasi /l/ dengan /s/,  perpindahan titik relatif jauh dan berbeda.
Pengetahuan tentang fonotaktik yang berbeda dari satu bahasa ke bahasa lain menyadarkan para pengajar bahasa perlunya perhatian kusus dalam pembelajaran bahasa asing. Bunyi/film/ akan menjadi /filem/ dan bunyi /rileks/  menjadi /rilek/.

F.      TILAS NEUROFISIOLOGIS
Tilas neurofisiologis (neurophysiological) adalah jejak/ tilas di otak yang menunjukkan bahwa dia pernah mendengar bunyi tertentu (Su’udi, 2011:200)Otak adalah salah satu komponen dalam susunan saraf manusia. Komponen lainnya adalah sumsum tulang belakang atau medulla spinalis dan saraf tepi. Yang pertama, otak berada di dalam ruang tengkorak, medula spinalis berada di dalam ruang tulang belakang, sedangkan saraf tepi (saraf spinal dan saraf otak) sebagian berada di luar kedua orang tadi (Kusumoputro dalam Abdul Chaer, 2009:116).
Otak seorang bayi ketika baru dilahirkan beratnya kira-kira hanyalah 40% dari berat otak orang dewasa, sedangkan makhluk primata lain seperti kera dan simpangse adalah 70% dari otak dewasanya (Menyuk dalam Abdul Chaer, 2009:116). Dalam waktu yang tidak terlalu lama otak manusia berkembang menuju kesempurnaan. Sebaliknya makhluk primata seperti kera yang ketika lahir telah memiliki 70% dari otaknya tentunya telah dapat berbuat banyak sejak lahir yang hanya memerlukan tambahan sedikit saja. Perbedaan otak manusia dan makhluk lain tidak hanya terletak pada beratnya saja, melainkan juga pada struktur dan fungsinya. Pada otak manusia ada bagian-bagian yang sifatnya dapat disebut manusiawi, seperti bagian-bagian yang berkenaan dengan pendengaran, ujaran, pengontrolan alat ujaran, dan sebagainya. Pada otak makhluk lain tidak ada bagian-bagian yang berkenaan dengan ujaran itu.
Dalam perkembangan otak  manusia memiliki masa emas yang disebut Golden period yang dimulai saat trimester kehamilan hingga si kecil berusia 2 tahun (http://www.meadjohnson.co.id/parenting-tips/perkembangan-anak/sudahkah-ibu-mengoptimalkan-perkembangan-otak-si-kecil). Masa ini adalah masa di mana otak si kecil mengalami perkembangan yang luar biasa cepat. Saat mencapai usia 2 tahun, berat otak si kecil telah mencapai 75% berat otak dewasa dan pertumbuhan otaknya telah mencapai 90%. Perkembangan pesat ini terjadi sangat singkat dan sekali seumur hidupnya, karena itu disebut golden period.
Dalam golden period ini, terjalin koneksi antar sel-sel saraf otak (proses sinaptogenesis). Saat satu sel saraf otak dengan sel saraf otak lainnya berkomunikasi, terjadi proses penangkapan pesan (neurotransmitter) dari sel saraf otak yang satu ke sel saraf otak yang lain. Komunikasi yang efektif antar sel saraf otak adalah saat otak dapat mengolah rangsangan yang diterima dan menyimpannya sebagai informasi. Semakin banyak komunikasi efektif yang terjadi, semakin baik perkembangan pembelajaran (learning) dan daya ingat (memori) si kecil.
Perkembangan atau pertumbuhan otak manusia menurut Volpe dalam Abdul Chaer (2009:118) terdiri atas enam tahap:
a.       Pembentukan tabung neural
b.      Profilerasi selular untuk membentuk calon sel neuron dan glia
c.       Perpindahan selular dari germinal subependemal ke korteks,
d.      Deferensiasi selular menjadi neuron spesifik,
e.       Perkembangan akson dan dendrit yang menyebabkan bertambahnya sinaps (perkembangan dendrit tergantung fungsi daerah tersebut).
f.        Eliminasi selektif neuron, sinaps, dan sebagainya untuk spesifikasi.
Perkembangan tahap 1 sampai  dengan 4 terjadi pada masa kandungan dan tidak dipengaruhi oleh dunia luar. Sedangkan tahap 5 dan 6 berlangsung terus setelah lahir dan dipengaruhi oleh dunia luar atau keadaan sekitarnya (Goodman dalam Abdul Chaer, 2009:11). Pada tahap perkembangan ini ada dua masa yang merupakan masa terjadinya laju perkembangan pesat dalam otak yaitu antara bulan kedua dan bulan ke empat masa kandungan (terjadi pembelahan sel). Antara bulan kelima kandungan sampai 18 bulan sesudah lahir terjadi pertambahan oligendendroglia. Oleh karena itu, dua tahun pertama kehidupan disebut juga sebagai masa kritis perkembangan karena stimulasi dan intervensi pada masa ini memberikan perkembangan paling maksimal.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar